Dasar-dasar Fotografi Digital II

Lebih Lanjut Dengan Segitiga Exposure

Seperti sudah dibahas di 'Dasar-dasar Fotografi Digital I’, tiga komponen utama exposure kamera adalah ISO / Kecepatan Sensor, Shutter Speed / Kecepatan Rana dan Aperture Value / Bukaan Rana. Selanjutnya gw coba ngebahas lebih dalam lagi untuk masing-masing komponen, menurut pengertian gw.

 

ISO / Kecepatan Sensor

Mengulang sedikit lagi bahasan sebelumnya, ISO adalah satuan ukuran sensitifitas sensor terhadap cahaya, yang berarti juga adalah kecepatan sensor untuk merekam cahaya.

Sensor dengan kepekaan rendah terhadap cahaya atau untuk istilah teknisnya sensor dengan ISO rendah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merekam cahaya dengan intensitas tertentu sehingga disebut ISO lambat. Berbeda dengan ISO tinggi yang membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk merekam intensitas cahaya yang harus direkam oleh ISO yang lebih rendah, oleh sebab itu disebut ISO cepat.

Standar ISO pada kamera digital sekarang ini berkisar dari ISO 50 hingga ISO 12800. Standard ISO dikeluarkan oleh organisasi internasional yang bertugas mengatur standarisasi satuan ukur yang bernama ISO, yang akhirnya namanya diambil untuk menyatakan tingkat sensitifitas cahaya tadi.

Melihat dari Exposure Triangle dari bahasan sebelumnya, peningkatan ISO berari juga peningkatan  noise dari hasil foto. Kemampuan kamera yang baik adalah yang mampu menangkap gambar dengan ISO yang setinggi mungkin dengan tingkat noise yang serendah mungkin. Berhati-hatilah dengan kemampuan kamera mengatasi noise. Beberapa kamera mampu menghilangkan noise dengan mengorbankan ketajaman hasil foto.

 

Shutter Speed / Kecepatan Rana

Karena ISO adalah sensitifitas sensor terhadap cahaya yang masuk, lalu apa saja yang bertugas membatasi banyaknya jumlah cahaya yang masuk? Salah satunya adalah Kecepatan Rana, salah duanya adalah Besar Bukaan Rana.

Analoginya seperti ini: anggap saja kamera adalah seperti mata manusia. Jika sensornya adalah retina mata, maka kecepatan rana adalah satu siklus kecepatan kedipan mata tetapi secara terbalik. Jika urutan siklus kedipan mata normal adalah dari mata terbuka, tertutup sebentar, terbuka lagi maka siklus urutan kecepatan rana dimulai dari posisi tertutup kemudian terbuka untuk menerima cahaya sesuai keinginan dan tertutup lagi setelahnya. Kecepatan melakukan satu siklus inilah yang disebut kecepatan rana.

Siklus yang dianggap standard untuk merekam foto adalah 1/60 detik. Angka ini bukan merupakan harga mutlak dan masih dipengaruhi lagi oleh panjang fokus lensa.

Apa yang terjadi kalau siklus ini dilakukan secara lambat? Seperti sudah dibahas sebelumnya, ISO lambat membutuhkan intensitas cahaya yang lebih banyak / lama untuk dapat direkam. Apabila obyek yang akan direkam sedang bergerak, mengingat fungsi kamera yang hanya merekam 1 foto, maka obyek yang terekam akan seperti bertumpuk dan terlihat kabur / blur. Kejadian seperti ini juga bisa terjadi apabila kecepetan obyek yang bergerak lebih cepat dari kecepatan rana itu sendiri.

 

Aperture Value / Bukaan Rana

Masih dengan analogi mata terbalik tadi, bukaan rana adalah seberapa besar kelopak mata terbuka untuk membiarkan cahaya masuk. Nilai bukaan rana terbesar adalah 1 (f/1) sedangkan nilai bukaan rana yang paling kecil yang pernah gw lihat itu 32 (f/32).

ISO merekam cahaya masuk dengan bantuan Kecepatan Rana dan Bukaan Rana. Dengan ISO rendah untuk mengurangi noise, dibutuhkan kecepatan rana yang lambat tetapi dengan resiko gambar menjadi buram. Lalu bagaimana supaya gambar tidak menjadi buram atau bagaimana mendapatkan kecepatan rana cepat dengan ISO rendah? Ya betul!!!, dengan membuka rana sebesar-besarnya. Gampang kan???

Lalu apakah maksudnya Depth Of Field / DOF atau Ruang Tajam? Membuka rana selebar-lebarnya bukan berarti tidak beresiko atau bukan berarti tidak ada konsekwensinya. Dengan semakin lebarnya bukaan rana, semakin besar cahaya yang masuk maka besar, atau lebar, jarak antara bidang terdekat yang masih tertangkap dengan tajam atau baik oleh sensor dengan jarak yang terjauh inilah yang disebut ruang tajam.

Analogi ruang tajam seperti ini, coba dekatkan jari telunjuk anda mendekati mata sekitar 30 cm dan fokuskan pandangan anda ke jari anda tersebut. Rasakan, jangan diperhatikan,  benda-benda dibelakang jari anda akan terlihat buram. Jari anda masuk dalam bidang tajam sedang background dibelakang jari anda di luar bidang tajam.

 

Akhir Bagian II

Dengan mengerti segitiga exposure akan memudahkan kita untuk mengontrol hasil foto dan mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan. Misal:

  • Apabila kita ingin merekam foto pemandangan yang membutuhkan bidang tajam yang besar sebaiknya kita memilih f kecil, sekitar f/8 ke atas. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil exposure yang optimal tentunya ISO harus serendah mungkin tetapi ini akan mengakibatkan kecepatan rana menjadi menurun, bahkan bisa sampai 30 detik. Untuk itu dibutuhkan Tripod.
  • Apabila kita ingin merekam foto olahraga yang cepat seperti bulu tangkis, bola kaki atau balap motor sekalipun sebaiknya kita mengutamakan untuk menggunakan kecepatan rana hingga diatas 1/200 atau bahkan di atas 1/500. Yang berarti juga untuk mendapatkan kecepatan tersebut dibutuhkan ISO yang cepat dan bukaan rana yang lebar. Dengan resiko atau kompensasinya masing-masing. ISO cepat berarti bertambahnya noise, bukaan lebar berarti ruang tajam yang sempit.

Semua nilai-nilai teknis di atas dapat berubah atau diubah sesuai dengan keinginan ataupun kreatifitas si tukang foto sendiri.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

nice bro, ditunggu bahasan selanjutnya

2018: Tahun Baru Motivasi Baru

Tahun Baru 2017 sudah lewat, sekarang sudah 2018. Tahun berganti seperti yang sudah-sudah, setahun lagi juga akan berganti menjadi 2019. ...